Kolaborasi Reduksi Emisi Karbon

Oleh : Andhika Wahyudiono

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Indonesia mengumumkan berhasilnya negara ini dalam menarik komitmen investasi senilai US$ 20,3 miliar atau setara dengan Rp 310,9 triliun (dengan kurs Rp 15.320) untuk mendukung pengembangan rantai pasok kendaraan listrik. Dari jumlah investasi tersebut, sekitar US$ 15 miliar atau sekitar Rp 229,8 triliun akan diarahkan ke sektor baterai kendaraan listrik.

Febrio Nathan Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) di Kementerian Keuangan, menyatakan bahwa nilai investasi yang signifikan ini terutama terkait dengan sektor baterai kendaraan listrik yang berhasil memancing minat para investor. Febrio menjelaskan hal ini dalam Seminar Workshop on Energy Transition Mechanism (ETM) Implementation yang diselenggarakan di Hotel Mulia Jakarta pada Rabu (23/8/2023).

Keberhasilan ini tidak lepas dari berbagai insentif fiskal yang telah diberlakukan oleh pemerintah untuk menarik minat investor dalam mendukung ekonomi berkelanjutan, termasuk di dalamnya tax holiday, tax allowance, pembebasan bea masuk impor, pengurangan PPN, dan pengurangan pajak terkait properti atau PBB.

Pemerintah Memperkuat Dukungan terhadap Ekosistem Kendaraan Listrik dan Pengurangan Emisi Karbon. Dalam suatu pengungkapan, Febrio, seorang perwakilan resmi dari pemerintah, menyatakan bahwa kebijakan insentif yang telah diterapkan berhasil membawa hasil positif dengan mendorong pertumbuhan investasi dalam sektor transisi energi dan investasi berkelanjutan di Indonesia. Salah satu contoh nyata dari dampak kebijakan tersebut adalah terlihat dalam pengembangan rantai pasok kendaraan listrik.

Pemerintah memiliki keyakinan kuat bahwa dengan hadirnya berbagai insentif ini, ekosistem kendaraan listrik akan mengalami perkembangan yang semakin merata dan akan berperan penting dalam upaya pengurangan emisi karbon. Dengan estimasi yang dilakukan, dampak positif dari langkah ini diperkirakan mampu mengurangi tingkat emisi karbon hingga sekitar 15 juta ton CO2.

Lebih lanjut, pihak pemerintah telah berhasil menginisiasi pendanaan melalui instrumen pembiayaan inovatif, seperti penerbitan green sukuk senilai US$ 6,2 miliar dan SDG’s Bonds senilai US$ 577 juta. Langkah ini dilakukan baik dalam skala internasional maupun nasional, dengan tujuan utama untuk membantu mengurangi dampak emisi CO2 sekitar 10,6 juta ton. Febrio menyatakan bahwa langkah ini merupakan bentuk komitmen dalam mengurangi dampak lingkungan negatif dan mencapai tujuan berkelanjutan.

Sejalan dengan komitmen nasional, yang tercantum dalam Enhanced Nationally Determined Contribution (E-NDC), Indonesia memiliki ambisi untuk mengurangi emisi karbon hingga sebesar 31,89%, setara dengan 912 juta ton CO2 pada tahun 2030 dengan upaya nasional dan 43,20% dengan dukungan internasional.

Namun, untuk mencapai sasaran tersebut, Indonesia membutuhkan sejumlah dana yang signifikan, yakni sekitar US$ 281 miliar atau setara dengan Rp 4.304 triliun hingga tahun 2030. Pemerintah memiliki harapan besar bahwa pendanaan yang diperlukan tersebut dapat tercapai melalui investasi baik dari sektor publik maupun swasta.

Febrio menekankan pentingnya kerja sama dari berbagai pihak dalam mewujudkan tujuan berkelanjutan ini, dan salah satu faktor krusial dalam hal ini adalah peran yang dimainkan oleh pelaku industri. Menurutnya, kolaborasi yang erat dan sinergi antara pemerintah, sektor bisnis, dan masyarakat adalah kunci untuk meraih hasil yang positif dalam upaya mengatasi tantangan lingkungan dan mencapai tujuan pengurangan emisi serta pembangunan yang berkelanjutan.

Pemerintah memahami bahwa upaya ini bukanlah hal yang dapat dilakukan sendiri, melainkan memerlukan partisipasi aktif dari semua pihak terkait. Investasi dan komitmen dari sektor swasta juga dianggap memiliki peran yang tidak bisa diabaikan dalam mendukung inisiatif ini. Dalam hal ini, Febrio menekankan bahwa investasi sektor swasta memiliki potensi yang sangat besar dalam menyokong pendanaan yang diperlukan untuk mencapai target-target berkelanjutan tersebut.

Selain mengandalkan investasi swasta, pemerintah juga memiliki peran yang penting dalam memberikan insentif dan kebijakan yang mendukung serta mendorong investasi dalam sektor berkelanjutan. Inisiatif-insisiatif seperti tax holiday, tax allowance, dan berbagai bentuk insentif lainnya telah diimplementasikan dengan tujuan untuk menarik minat investasi dan memberikan dorongan bagi para investor.

Dengan semua langkah dan komitmen yang telah diambil, pemerintah optimis bahwa Indonesia dapat memenuhi tantangan lingkungan dan mencapai sasaran pengurangan emisi karbon yang ambisius. Dengan melibatkan berbagai pihak dan mendapatkan dukungan dari sektor publik dan swasta, diharapkan langkah-langkah menuju pembangunan berkelanjutan dapat berjalan lebih efektif dan berdampak positif dalam jangka panjang.

Febrio mengakhiri dengan menyampaikan keyakinannya bahwa upaya bersama untuk mencapai tujuan berkelanjutan akan membawa dampak yang jauh lebih besar daripada usaha yang dilakukan secara individu. Semua pihak diharapkan dapat bersinergi dan saling mendukung, sehingga Indonesia dapat menjadi contoh positif dalam upaya mengatasi perubahan iklim dan menciptakan masa depan yang lebih baik. (*)

Penulis adalah Dosen PTS Untag Banyuwangi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *