Kelulusan Tes CPNS Rendah, BKD Banten Usulkan Sistem Rangking

DBC I Serang – Tingkat kelulusan tes kompetensi dasar (TKD) Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) atau sekarang dikenal dengan Calon Aparatur Negeri Sipil (CASN) di Banten terbilang sangat rendah. Dari ribuan yang ikut tes, hanya ratusan yang lulus passing grade.

“Di Banten rata hanya 3 persen saja yang lulus TKD. Itu sangat rendah sekali. Jauh dari harapan,” kata Kepala BKD Banten, Komarudin kepada dinamikabanten.co.id di Serang, Rabu (21/11/2018).

Ia menjelaskan, saat ini sudah melakukan beberapa langkah. Yakni, melayangkan surat ke Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

“Usulan kami agar diterapkan sistem rangking saja. Daripada formasi tidak terisi,” katanya.

Jumlah ranking yang diambil adalah tiga kali jumlah formasi yang dibutuhkan. Selanjutnya, yang memenuhi ranking tersebut bisa mengikuti ujian tes kompetensi bidang (TKB).

“Tapi, ini masih proses mengusulkan jadi belum bisa diumumkan karena nanti keputusan ada di pusat (KemenPAN-RB),’’ tuturnya.

Namun demikian, dia menjelaskan pada dasarnya surat tersebut berisi laporan dari panitia seleksi daerah (panselda) CPNS terkait pelaksanaan ujian SKD.

Tapi, selain itu surat tersebut juga berisi laporan hasil ujian TKD. Yang menyinggung jumlah peserta lolos. Juga laporan data formasi yang terisi maupun kosong. Mereka berharap surat tersebut jadi referensi bagi Menpan-RB.

Menurut Komarudin, hal tersebut akan berdampak pada kekosongan formasi yang disediakan. Sebelumnya Pemprov Banten membuka lowongan untuk 294 formasi.

Namun, kemungkinan formasi terisi hanya 3 sampai 5 persen. Artinya, mayoritas formasi yang dibuka oleh Pemprov terancam kosong.

Fenomena ini semakin menguatkan indikasi bahwa passing grade terlalu tinggi. Komarudin menolak bila disebut kompetensi peserta yang kurang. Menurutnya, jika hanya terjadi pada satu-dua daerah saja masih mungkin karena peserta kurang kompeten.

Sayangnya, hampir disetiap daerah yang menggelar tes TKD juga mengalami hal serupa. ‘’Jadi, ini skalanya bukan daerah lagi. Tapi, nasional,’’ katanya.

Namun demikian, kata Komarudin, fenomena ini seharusnya menjadi perhatian serius dunia pendidikan agar melakukan pembenahan ke arah yang lebih baik.

(Ade Gunawan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *