Honorer Tak Diakui, Kepsek Kompak Melawan
SERANG I DBC — Pendidikan di Banten kembali digegerkan dengan terbitnya surat edaran (SE) yang ditandatangai Plt. Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten, Ujang Rafiudin atas nama Kepala Dindikbud Banten, Engkos Kosasih Samanhudi. Edaran yang dikeluarkan pada 20 September 2019 itu, hingga kini masih menjadi “buah bibir” seluruh Kepsek di Banten.
Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten, E. Kosasih Samanhudi membenarkan edaran pro kontra tersebut. “Kita mau benahi administrasinya,” katanya, Kemarin.
Pihaknya mengaku tengah melakukan rekonsiliasi data di DAPODIKMEN dengan data di sekolah. Sebab, menurutnya selama ini data yang ada berbeda.
“Ini menyulitkan kita menghitung penghasilan guru honorer, karena setiap waktu Kepsek mengangkat guru tanpa lapor ke dinas dan mereka langsung update ke Dapodikmen,” bebernya.
Meski karena kebutuhan yang mendesak, Engkos tetap tidak mentolelir Kepala Sekolah yang mengangkat guru non ASN tanpa sepengetahuan dinas.
“Sehingga (suka tidak suka-red) ini kita akan tertibkan administrasinya. Karena setiap bulan dana Bosda untuk honor guru kurang terus,” kilahnya.
Disinggung apakah kebijakan ini telah diketahu Sekda Banten, Al Muktabar, Engkos mengklaim kebijakan yang diambilnya merupakan tindaklanjut (TL) dari hasil rapat dengan TAPD.
“Jadi Kalo TL ( tindak lanjut ) berarti melakukan kajian untuk penyelesain dari persoalan yang dibicaraksn pada saat rapat,” tandasnya.
Hal senada dikatakan Ujang Rafiudin. Plt. Sekdi ini mengurai selaras dengan isi surat edaran yang ditandatangainya itu.
“Cut off 31 Desember 2017 itu yang di SK kan oleh Kadis, itu sesuai dengan kebijakan Pemprov Banten dan dapat honor bulanan dari Pemprov sesuai standar satuan harga,” katanya.
Sementara itu, kata sambung Ujang, honorer di sekolah karena kebutuhan, yang diangkat pasca 31 Des 2017 itu SK Kepsek dan tanggung jawab kepsek, digaji dari dana BOS.
Ujang menampik jika kebijakan ini akan memutus pengabdian guru non ASN itu, karena menurutnya guru tidak tetap (GTT) itu tetap bisa diberdayakan oleh sekolah masing-maisng dengan honor dari BOS.
” SE ini kami buat, karena ada beberapa sekolah,…tenaga honorer yang baru beberapa bulan diangkat oleh kepsek, minta di SK-kan oleh Kadis. Jelas Pak Kadis menolak,” tandasnya.
Surat Edaran yang telah beredar dikalangan kepala sekolah itu menyebutkan, dalam rangka tertib administrasi pendataan Pendidik dan Tenaga Kependidikan pada aplikasi Data Pokok Pendidikan (DAPODIK) disampaikan bahwa data yang diakui untuk jumlah Pendidik dan Tenaga Kependidikan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten adalah pertanggal 31 Desember 2017 yang merupakan hasil pendataan pengalihan Personil, Prasarana, Pendanaan dan Dokumen (P3D) sebagai dampak dari pengalihan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Diluar data sebagaimana dimaksud, sambung SE, tidak diakui oleh kami dan kepada seluruh pihak terkait agar dapat menyesuaiakan dengan hasil pendataan P3D tersebut.
Usai menerima surat edaran tersebut, sejumlah Kepala SMA dan SMK di Banten langsung bereaksi. Bahkan MKKS SMA Kabupaten Serang langsung menggelar rapat yang dihadiri oleh 48 Kepsek SMA Negeri dan Swasta pada Senin (23/9) di Hotel Grand Krakatau Serang.
Rapat dilaksanakan untuk menyikapi Surat Edaran Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten Nomor: 420/3775-Dindikbud/2019 tanggal 20 September 2019, yang ditandatangani oleh Sekretaris Dindikbud Provinsi Banten.
Menyikapi hal tersebut, MKKS SMA Kab. Serang yang diketuai Mohammad Najih dan Aan Hernawan sebagai Sekretaris itu menyampaikan 6 point dari hasil rapat tersebut diantaranya pertama, pelayanan pendidikan di sekolah bersifat dinamis sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sekolah masing-masing. Demikian juga dengan PTK di sekolah ada yang pensiun, mutasi, meninggal, diangkat PNS, berhenti, dan sebagainya. Sementara itu untuk mencukupi kebutuhan guru di sekolah tidak bisa dilakukan dengan cara mengganti dengan guru yang ada atau dengan cara tambal sulam, harus disesuaikan juga dengan mata pelajaran yang dibutuhkan. Dalam hal ini kepala sekolah sesuai dengan program Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memiliki kewenangan untuk mencukupi kebutuhan tersebut demi terwujudnya pelayanan pendidikan yang optimal
Selanjutnya, kedua perhitungan jumlah kebutuhan guru sesuai dengan permendikbud Nomor 15 Tahun 2018 tentang pemenuhan beban kerja guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas adalah setiap guru mengajar minimal 24 jam per minggu atau kebutuhan guru dihitung dengan ratio jumlah siswa 18 : 1.
Kemudian ketiga, Surat Edaran tersebut kurang sejalan dengan Program Pendidikan Gratis yang telah dilaksanakan untuk sekolah menengah di Provinsi Banten. Dan keempat, Dindikbud sampai dengan dikeluarkannya surat edaran tersebut belum mengeluarkan aturan tertulis tentang syarat dan ketentuan penerimaan honor untuk PTK honorer.
Sementara yang kelima, Kami usulkan Dindikbud untuk mendata ulang, melaksanakan pemetaan kebutuhan PTK masing-masing sekolah demi pelayanan dan peningkatan mutu pendidikan dan keenam, kami lebih setuju jika Dindikbud mendata ulang PTK honorer yang bermasalah dan atau sudah tidak aktif lagi mengajar untuk segera dikeluarkan dalam DAPODIK.
Ketua MKKS SMK Provinsi Banten, Lilik Hidayatullah juga mengeluhkan kebijakan yang tertuang dalam surat edaran tersebut. “Jujur kebijakan ini membuat kami bingung. Karena selama ini proses penggajian honorer dan KBM sekolah sudah bejalan lancar. Ko tiba-tiba ada kebijakan seperti ini. Terus bagimana dengan nasih honorer yang sudah kadung kita gaji dengan Bosda. Serius ini akan menjadi masalah dilingkungan sekolah,” keluhnya.
Lilik juga mengaku heran mengapa edaran yang bersifat pengelolaan keuangan ini ditandatangani hanya sekelas Plt. Sekdis padahal seharusnya ini menjadi kebijakan langsung Gubernur Banten atau paling tidak Sekretarsi Daerah (Sekda).
Demikian pula dengan Kepala SMA Negeri 1 Kota Serang, H. Asep Joko Sampurno yang juga menyampaikan harapanya.
“Kami berharap ada kebijakan dan solusi yang tepat dari pak Gubernur atau dari Kadisdik agar setiap sekolah KBM bisa berjalan lancar dan kondusif,” harapnya.
Menurut Asep Joko, hampir setiap sekolah pasti memiliki kendala itu ada guru yang pengsiun, ada yang diterima jadi CPNS di sekolah lain dan banyak hal termasuk nonkependidikan.
“Perlu duduk bareng cari solusi termasuk pemerhati pendidikan diminta pendapatnya. Kami yakin pak Gubernur consen dan fokus terhdap pendidikan dan pasti ada jalan keluarnya. Semoga pendidikan di banten lebih mewarnai dipimpin oleh Pak Wahidin,” harapnya lagi.
Kepala SMK Negeri 3 Kota Serang yang juga Plt. Kepala SMK 1 Kota Serang Cucu Supriatin juga memberikan pendapatnya bahwa kebijakan itu perlu dikaji secara serius dengan mempertingkan berbagai hal. “Perlu dikaji serius itu Pak,” singkatnya.
Kartono SMAN 1 Padaricang secara gambang menyatakan tidak setuju dengan SE tersebut. Sebab menurutnya sekolah di provinsi Banten ini sekolah yang sedang berkembang dan pasti terus terjadi hampir di seluruh sekolah SLTA di Banten terlebih lagi setelah digulirkan nya sekolah gratis. Hal ini, sambung Kartono, akan memicu ledakan jumlah siswa di SLTA negeri yang tentunya akan berimbas kepada kebutuhan jumlah tenaga pendidik.
“Suka atau tidak hal ini harus dihadapi oleh provinsi Banten. Dan bukan hanya SMA Padarincang saja tapi semua SMA negeri di provinsi Banten memiliki guru yang ditugaskan oleh Kepsek karena kekurangan tenaga pendidik tersebut,” cetusnya. (ade gunawan)