Bahaya Permainan Roleplay pada Anak-anak, Orang Tua Harus Waspada!

Baru-baru ini, media sosial dihebohkan dengan video seorang ayah yang memarahi anaknya yang kerap memainkan gim role playing atau roleplay.

Gim tersebut merupakan permainan peran karakter atau melakukan bagian dari seseorang atau karakter di media sosial.

Lantas bagaimana dampak gim roleplay pada anak?

Menjawab hal itu, Psikolog Dewi Retno Suminar mengatakan, bahwa role playing sangat tidak dianjurkan bagi anak-anak. Pasalnya, dalam permainan ini, anak secara bebas memainkan peran dirinya sebagai publik figur dan sosok lain.

“Karena itu, peran orang tua di sini menjadi penting dalam mengawasi dan mengontrol aktivitas online anak-anak mereka,” kata Dewi, Jumat.

Dewi menjelaskan, dalam psikologi perkembangan, terdapat fase anak bermain dengan imajinasinya. Ia menyoroti bagaimana pengaruh role playing terhadap tumbuh kembang anak di bawah umur.

Menurutnya, imajinasi anak dalam memainkan peran tokoh lain adalah hal yang biasa. Misalnya saja anak memainkan peran sebagai seorang dokter, polisi, pilot, guru, hingga astronaut.

“Hal itu lumrah karena anak akan berimajinasi sesuai dengan aktivitas yang ada, nyata, bersama teman-temannya dan dalam jangkauan pengawasan orang tua,” jelasnya.

Sementara pada role playing, anak-anak memainkannya di media sosial. Selain itu, mereka memainkan peran seorang tokoh idola, sehingga dikhawatirkan hal ini akan membawa dampak negatif berupa fantasi dan imajinasi berlebih pada anak.

“Bahayanya saat bermain roleplay ini mereka memainkan peran diri sebagai idola yang juga berinteraksi dengan orang lain secara luas melalui platform digital,” ungkapnya.

Tak hanya itu, Dewi juga mengingatkan dampak berbahaya yang mungkin muncul ketika anak bermain role playing di media sosial. Salah satunya yaitu muncul adiksi gadget pada anak.

“Dampak yang mungkin adalah adanya perasaan cemas apabila anak tidak memegang gawai dan menimbulkan ketergantungan,” tutur Dewi.

Selain itu, anak juga akan berpotensi kehilangan jati diri aslinya, karena selama ini imajinasi dan pikirannya berfokus pada idola yang sedang dimainkan dalam role playing.

Hal itu akan menyebabkan perubahan pemikiran anak, di mana anak akan berpikir dewasa sebelum waktunya.

“Tanda adiksi muncul ketika anak tidak bisa menahan untuk tidak melakukannya (bermain roleplay). Ini yang sebenarnya harus diperhatikan, karena jika hal tersebut di luar kontrol orang tua,” tukasnya.

(ADV)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *